Senin, 21 April 2008

Tolak BHP, Demo ke DPRD

(24 Jan 2008, 67 x , Komentar)Sumber : Harian Fajar

MAKASSAR-- Unjuk rasa menolak kehadiran Badan Hukum Pendidikan (BHP) terus dilakukan mahasiswa Makassar. Rabu 23 Januari. mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan rakyat Makassar (Geram) mendesak DPRD Sulsel mendukungan aksinya sekaligus merevisi pasal 35 UU Sistem Pendidikan.Aksi tersebut berlangsung sekitar satu jam lebih. Para mahasiswa yang terdiri atas Unhas, UMI, Universitas 45, dan lain membakar keranda jenazah yang mereka usung sejak dari kampus Unhas Jl. Perintis Kemerdekaan.

Pembakaran keranda di halaman DPRD tersebut disimbolan sebagai bentuk protes terhadap BHP yang rencananya disahkan awal Februari mendatang. Mahasiswa juga meminta DPRD untuk mendukung aksi penolakan tersebut.

Setelah berorasi, dua anggota DPRD kemudian menemui pengunjuk rasa. Keduanya masing-masing, Ketua Komis III, H Marsuki Wadeng dan anggota Komisi IV, Pangeran Rahim. "Kami mendukung mahasiswa sekaitan penolakan BHP tersebut," kata Pangeran Rahim yang disambut sorak para mahasiswa.

Kedua anggota dewan itu kemudian menandatangani pernyataan sikap mahasiswa. Kemudian pernyataan sikap dimaksud dikirim ke presiden dan DPR melalui faks.

Basri, koordinator mahasiswa mengatakan, sistem pendidikan dengan BHP akan menindas kaum bawah yang ingin menikmati pendidikan. Padahal menurut dia, pendidikan merupakan hak setiap warga Indonesia.

Harusnya lanjutnya, semua masyarakat tidak dibebankan hal-hal yang muluk-muluk untuk mengecam pendidikan. Setelah puas, mahasiswa itu pun langsung membubarkan diri dengan tertib. (her)

Mahasiswa Tolak RUU Badan Hukum Pendidikan

Kamis, 14 Februari 2008 | 14:03 WIB

MAKASSAR, KAMIS - Sekitar seratus mahasiswa dari BEM Perguruan Tinggi se Makassar yang menamakan diri Gerakan Rakyat Makassar (Geram), berdemo di Kantor Gubernur Sulsel untuk menolak Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU-BHP) dan revisi UU Sisdiknas yang sedang dibahas di DPR.

Mereka juga menuntut pemerintah merealisasikan anggaran pendidikan menjadi 20 persen dari APBN.

"Geram menolak RUU BHP dan meminta pemerintah untuk tidak memaksakan hal itu karena tidak berpihak kepada rakyat kecil," kata orator dari BEM Universitas Hasanuddin, UNM, UIN, STIMIK, dan sejumlah BEM PT swasta di kantor Gubernur Sulawesi Selatan, Kamis.

Para wakil BEM PT juga menyatakan bahwa haram hukumnya apabila BHP diberlakukan sebab akan menindas hak anak-anak dari keluarga kurang mampu untuk menikmati pendidikan di PT, ujar Koordinator Geram, Adam seraya menyatakan, mahasiswa se Makassar akan terus melakukan perlawanan terhadap RUU-BHP yang akan disahkan itu.

RUU-BHP tersebut merupakan tindak-lanjut dari UU No.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (Sisdiknas) dimana peran pemerintah akan dikurangai kemudian diserahkan kepada pemodal untuk menyelenggarakan pendidikan yang diswastakan.

"Mampukah Sisdiknas yang menjual peningkatan kualitas dan prasarana pendidikan ke swasta memajukan kualitas pendidikan di negeri ini," katanya seraya menambahkan, mekanisme pasar telah menempatkan pendidikan sebagai komoditi yang hanya bisa diakses oleh konsumen yang mampu.

Bahkan pendidikan akan menjadi lahan bisnis bagi pemodal setelah pemerintah mengurangi alokasi anggaran pendidikan ke PT sehingga penjajahan pendidikan masih akan terus berlangung.

"Karena itu, upaya pemerintah mensahkan RUU BHP harus ditolak," ujarnya. Ia mengatakan, negara yang mau membiayai pendidikan niscaya akan menjadi negara yang maju dan sebaliknya negara yang enggan membiayai pendidikan pasti akan bangkrut.

Asisten I Ketataprajaan Pemprov Sulsel, H. Saleh Rajab dipaksa demonstran naik ke mobil bak terbuka untuk brorasi dan menandatangani pernyataan sikap BEM tersebut.

"Saya hanya diberi kewenangan oleh penjabat Gubernur Sulsel untuk menerima aspirasi para pendemo," katanya seraya mengatakan, pernyataan sikap masiswa akan segera di fax ke lembaga wakil rakyat di Jakarta. (ANT)

Gerakan Mahasiswa-Rakyat Indonesia Tolak BHP Dideklarasikan

Laporan: Jumadi Mappanganro. jum_tribun@yahoo.com
Makassar, Tribun - Sejumlah perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Kota Makassar dan luar Sulawesi Selatan mendeklarasikan Gerakan Mahasiswa-Rakyat Indonesia Tolak BHP (Komersialisasi Pendidikan) di Makassar, Selasa (18/3).
Gerakan ini menyatakan bersepakat menolak gagasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Badan Hukum Pendidikan (BHP) yang sedang dibahas di DPR RI.

Deklarasi gerakan tersebut digelar Kafe Bibliholic, Jl Perintis Kemerdekaan Km 9, Tamalanrea, Makassar. Selain BEM se-Makassar juga hadir perwakilan BEM asal Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah serta Bengkulu.

Di antaranya Ketua Majelis Tinggi Mahasiswa Unhalu La Ode Abdul Wahid dan Presiden BEM Bengkulu Dedy Hardiansyah. Dari Makassar hadir di antaranya Dewi dari Macom STMIK Dipanegara, Presiden BEM UNM Kurniawan Sabar dan Babrakamal dari LMND Makassar.

Selain itu juga hadir perwakilan dari Universitas Hasanuddin, Universitas Satria Makassar, BEM UKIP Makassar, AMPD Makassar, HMI MPO Makassar, Unit Kegiatan Pers Mahasiswa Unhas, dan sejumlah elemen organisasi rakyat seperti SRMK, FNPBI, dan PMKRI.

Para deklarator tersebut juga adalah peserta Workshop dan Seminar Pendidikan Nasional tentang BHP yang dilaksanakan Gerakan Rakyat Makassar (Geram) selama tiga hari di Baruga AP Pettarani, Kampus Unhas, 15-17 Maret 2008.

Menurut mereka RUU BHP tersebut dinilai cacat hukum secara hukum. Di antaranya bertentangan dengan Konvensi DUHAM. Kedua bertentangan kovenan internasional tentang ekososbud. Ketiga bertentangan dengan UUD 1945 aline keempat, pasal 31 ayat 1 dan empat.

"Kita mendukung dan menuntut pendidikan yang gratis namun berkualitas, ilmiah, demokratis, dan merakyat. Negara harus bertanggungjawab menyediakan pendidikan seluas-luasnya bagi rakyat Indonesia," tegas Dedy Ardiansyah, Presiden BEM Universitas Bengkulu. (*)

Mahasiswa Cari Tanribali

Demo Menolak BHP, Tak Percaya Janji Asisten I

MAKASSAR,BKM -- Ratusan mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi di Makassar melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sulsel, Jl Urip Sumohardjo, kemarin. Mahasiswa mencari caretaker Gubernur Sulsel, Ahmad Tanribali Lamo untuk mendengarkan tuntutan mereka menolak pemberlakukan Badan Hukum Pendidikan (BHP).
Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam "Gerakan Rakyat Makassar (Geram) Tolak BHP" ini sebelum mendatangi kantor gubernur lebih dulu melakukan aksi di kampus mereka masing-masing. Setelah jumlah mahasiswa yang turun bertambah, mereka lalu bergabung. Mahasiswa yang menggelar aksi di antaranya berasal dari Universitas Hasanuddin (Unhas), Universitas Negeri Makassar (UNM), UIN Alauddin dan beberapa perguruan tinggi swasta lainnya.
Sekitar pukul 14.00 Wita mahasiswa lalu bergerak menuju kantor gubernur di bawah pengawalan ketat aparat kepolisian.
Saat mendatangi kantor gubernur, mahasiswa membawa beberapa pamplet dan spanduk. Tampak pula bendera organisasi mereka. Tulisan pada pamplet dan spanduk rata-rata menyatakan menolak pemberlakuan BHP di perguruan tinggi.
"Negara yang mau membiayai pendidikan akan menjadi negara yang maju sebaliknya negara yang enggan membiayai pendidikannya pasti akan bangkrut," kata Zulkarnain, mahasiswa Unhas saat berorasi di halaman kantor gubernur.
Menurut Zulkarnain, keinginan pemerintah membuat Undang-undang tentang BHP, telah melanggar UUD 1945. "Dalam UU disebutkan bahwa tugas negara adalah mencerdaskan bangsa. Tetapi, jika BHP dilaksanakan, maka tujuan itu akan semakin sulit tercapai," teriak Zulkarnain di depan ratusan mahasiswa yang disambut dengan teriakan semangat rekan-rekannya.
Sementara itu, Basri, aktivis Lembaga Mahasiswa Nasional Demokrat (LMND) saat berorasi menegaskan, sejak Susilo Bambang Yudhoyono memimpin Indonesia, bangsa ini telah menjadi agen imperialis neoliberal. Dimana, katanya, pendidikan telah dimasukkan dalam mekanisme pasar. Padahal, seharusnya pendidikan harus diproteksi dari kepentingan bisnis semata.
Apa yang diungkapkan Basri sejalan dengan Fandi dari UNM. Fandi yang juga ikut berorasi di depan rekan-rekannya mengatakan, mekanisme pasar akan menempatkan pendidikan sebagai komoditi yang hanya bisa diakses oleh orang-orang yang berduit.
"Jika BHP diberlakukan, akan banyak lulusan SMA di Sulsel tak mampu melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Program pendidikan gratis bakal sulit terwujud di Sulsel," teriak Fandi.
Setelah hampir satu jam berorasi, mereka mendesak agar dipertemukan dengan caretaker Gubernur Tanribali. Namun, Tanribali sementara berada di luar Makassar. Mahasiswa hanya ditemui Asisten I Ketataprajaan, Saleh Radjab.
"Pak gubernur lagi tidak ada di tempat begitupun dengan Pak Sekprov (HA Muallim, Red). Tapi pernyataan sikap ini kami akan sampaikan pada beliau (Tanribali, Red)," janji Saleh di depan ratusan mahasiswa.
Namun, mahasiswa tak percaya janji Asisten I. Secara serentak, mereka berteriak, jika itu hanya sekadar janji.
Usai diterima, mahasiswa memilih keluar dari kantor gubernur. Mereka lalu kembali ke kampus masing-masing. Namun, ada juga yang melakukan konvoi di beberapa ruas jalan di Makassar. (ardi)
Sumber: Berita Kota Makassar

Mahasiswa Tolak BHP

[23/01/2008]

Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Makassar (GERAM) mendatangi DPRD Prov. Sulsel, Rabu (22/01). Mereka diterima oleh Tim V Penerima Aspirasi Masyarakat DPRD Sulsel, yaitu Drs. H. Marzuki Wadeng dan H. Pangerang Rahim.

Mereka menolak RUU Badan Hukum Pendidikan (BHP) dan meminta agar Pasal 53 UU Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) direvisi. Selain itu, mereka juga meminta agar anggaran pendidikan minimal 20 % dari APBN dan APBD segera diwijudkan dan penghapusan utang Luar Negeri dan nasionalisasi sektor tambang untuk subsidi (bantuan biaya) pendidikan.

Dalam pernyataan sikapnya, GERAM menganggap bahwa Rancangan UU BHP bertentangan dengan Pembukaan UUD 1945 Pasal 31 ayat (1) yang berbunyi ”Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan ” dan juga ayat (4) yang berbunyi Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 % dari APBN serta dari APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggara pendidikan nasional.

Janji-janji yang ditawarkan oleh oleh Tim Perumus RUU BHP seperti akuntabilitas, profesionalisme dan transparansi hanya sekedar pemanis agar kita sepakat dengan BHP karena sesungguhnya untuk mewujudkan hal tersebut, tidak mestilah dengan BHP begitu pula dengan kenaikan gaji yang dijanjikan, karena realitas yang ada di kampus-kampus yang telah duluan beralih ke Badan Hukum Milik Negara (BHMN) dan ternyata yang mengalami kenaikan gaji yang dijanjikan hanyalah pejabat-pejabat Universitas sepreti Rektor, Pembantu Rektor, dekan, Pembantu Dekan serta Ketua Program sedangkan dosen-dosen biasa maupun pegawai tidak mendapatkan apa-apa.

Menanggapi hal tersebut, Tim Penerima Aspirasi menyatakan bahwa mereka sependapat dengan apa yan menjadi tuntutan dari para mahasiswa dan mereka juga tidak ingin rakyat Sulsel menderita karena hal ini. Oleh karena itu, mereka juga menolak BHP ini.

Tim Penerima Aspirasi juga menandatangani pernyataan sikap dari GERAM sebagai bentuk penolakan terhadap BHP.

Sumber : Humas DPRD Sulsel

Rabu, 16 April 2008

Tuntutlah Hakmu Kawan!!!!!!!!!

Seorang tokoh revolusioner Iran pernah berkata"jika ingin membuat revolusi di suatu negara maka ciptaan 400 ribu intelektual yang benar-benar intelektual. kalau Gramsci menyebutnya intelektual organik. untuk menciptakan revolusi di indonesia terlebih dahulu harus didahului revolusi pendidikan. Oleh karena kepada kawan-kawan yang masih resah dan mempunyai mimpi untuk melakukan revolusi haruslah terlebih dahulu menolak komersialisasi pendidikan dan seluruh perangkat regulasi, legalisasi dan legitimasi, termasuk di dalamnya RUU BHP dan kebijakan yang membiarkan pemilik modal mengejar profit di bidang pendidikan. Untuk menciptakan Intelektual yang dapat menjalnkan fungsi intelektualnya hanya dengan memberi akses pendidikan kepada seluruh Rakyat. Jadi Kalau Pendidikan Gratis maka terwujudnya 400 ribu yang dapat menjadi pemantik untuk terjadinya Api Unggun Revolusi tinggal menunggu waktu.

Darmanytias, salah seorang pengamat pendidikan, pernah mengatakan "jika pendidikan itu mahal maka siapa lagi yang mau jadi relawan dan melaksanakan kerja-kerja sosial". Tapi kawan-kawan harus terhadap kapitalisme dan seluruh kaki tangannya karena mereka dapat dengan mudah membuat antitesa dari kapitalisme menjadi sebuah sintesa . Jadi kawan harus membulatkan tekad untuk menolak BHP dan segala bentuk komersialisasi pendidikan. Jangan sekali-kali terbujuk oleh rayuan manis dan siraman rohani yang dilakukan oleh BIrokrat kampus dan para pejabat korup.

Karena Tidak mungkin "Seorang Penjual Roti membuat roti terbaiknya, untuk makan malam kita karena kebaikan hatinya, tapi karena kepentingan pribadinya. Jadi mungkin sudah saatnya para Generasi tua yang korup dan kawan yang sudah merasa tua dan tak mau bergerak dikumpul di Lapangan PKM Unhas dan dieksekusi oleh para generasi Muda yang masih ingin melihat keadilan dan kesejahteraan seluruh umat manusia, tegak di muka bumi. Karena alam ini sanggup memenuhi seluruh kebutuhan hidup manusia tapi tidak dapat memenuhi keserakahan sekelompok orang yang bernama kaum borjuis.

Tapi jika mahasiswa dan para generasi muda tidak mau menuntut haknya, biarlah mereka ditindas sampai akhir hayatnya oleh para penguasa korup. Akhirnya tiba pada suartu masa dimana Keadilan dapat ditegakkan dan kesejahteraan rakyat dapat direalisasikan. Tak ada lagi kesenjangan yang dapat membuat rakyat bergerak, tak adalagi kekerasan yang dilakukan oleh para penguasa. Tapi itu semua dapat terwujud jika kawan menuntut dilaksanakanya "pendidikan Gratis" di negeri yang subur ini (bahkan jika kita menanam tongkat sekalipun akan tumbuh).

Bila suatu negara sudah tidak dapat memenuhi hak-hak rakyatnya maka sudah saatnya kita membubarkan Negara yang seenak perutnya mengklaim kita sebagai rakyatnya. cukup sekian dulu celetoh dari seekor camar tolol yang resah melihat keadaan sebuah negeri yang para petaninya harus makan Nasi aking. sebelum saya mengakhiri tulisan ini ada baiknya saya menutupnya dengan beberapa kata yang mungkin dapat membangkitkan semangat perlawanan kita "Apapun Yang tidaK Menghancurkan Kekuasaan Pasti akan Dihancurkan Oleh Kekuasaan".